Kunjungi website LAZIS rumahPeduli di www.rumahPeduli.com

Minggu, 28 Juni 2009

Transformasi Dakwah Lewat Masjid

Oleh : Imron Zabidi, MA, M.Phil

Tatkala Rasulullah saw datang ke bumi hijrah di Madinah, tindakan pertama yang beliau lakukan untuk membangun pilar utama bagi masyarakat Islam adalah mendirikan masjid. Lalu Rasulullah saw meneruskan penataan masyarakat tersebut dengan menjadikan masjid sebagai pusatnya. Dari masjid inilah Rasulullah saw membangun generasi penerus dan menggulirkan cahaya keimanan serta risalahnya ke berbagai penjuru dunia.

Sejalan dengan substansi ajaran Islam yang bersifat komprehensif dan integral, maka masjid bukan saja berperan sebagai tempat melaksanakan ibadah mahdhah (ritual) seperti shalat lima waktu secara berjamaah, shalat jum’at dan sebagainya, akan tetapi mesjid juga berfungsi strategis dan signifikan sebagai sentra aktivitas sosial, pendidikan dan sisi kehidupan lainnya. Sehingga masjid bisa dikatakan sebagai ruh Islam yang menghidupkan bangunan kehidupan masyarakat Islam. Manakala menelusuri sejarah kehidupan Rasulullah SAW maka akan kita jumpai bahwa di mesjid beliau menerima para duta dari berbagai kabilah, menangani persoalan sosial, melakukan pembinaan ruhiyah, menyebarkan ajaran Islam serta menangani berbagai persoalan umat manusia lainnya.

Sekalipun sebagian masjid perannya telah direduksi menjadi marginal dan artifisial yang cenderung menekankan pembinaan ibadah ritual semata, namun dalam skala luas, masjid umumnya relatif masih mengemban dan memelihara peran yang komprehensif. Dakwah yang diartikan sebagai segala upaya untuk mengajak manusia kepada akidah yang bersih dan ibadah yang benar hanya kepada Allah semata dalam makna dan konsekwensinya yang luas senantiasa menjadi tugas dan kewajiban setiap muslim. Allah berfirman :

‘Dan hendaklah ada diantara kamu ada segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, merekalah orang-orang yang beruntung’ (QS Ali Imran : 104).

Tugas dan kewajiban dakwah ini lebih menonjol terutama pada masa sekarang yang menampakkan longgarnya aplikasi ajaran agama dan merebaknya dekadensi moral dalam kehidupan masyarakat muslim.

Ideologi dan pemikiran sesat, hawa nafsu, kesenangan sesaat dan cinta dunia seringkali menjauhkan mereka dari agamanya sehingga mereka perlu didekatkan kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya, baik dalam bidang akidah, akhlak, ibadah maupun muamalah
Dalam mengemban tugas transformasi dakwah, mesjid tetap dipandang sebagai sarana yang cukup efektif dan relevan lantaran beberapa pertimbangan yang potensial, antara lain;

Pertama, masjid merupakan sarana umum umat Islam untuk beribadah, menyebarkan ilmu pengetahuan, membina generasi Islam dan lainnya yang merupakan bagian yang tak bisa dipisahkan dari substansi dakwah sehingga setiap muslim dengan bebas dan ringan bisa mendatangi masjid tanpa rasa canggung dan tanpa harus minta izin terlebih dahulu kepada seseorang secara spesifik karena kepemilikan masjid dihubungkan langsung dengan Allah, bukan dengan individu atau organisasi, sebagaimana firman Allah :

‘Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seorangpun di dalamnya disampinh (menyembah) Allah’ (QS Al Jin :18).
Sehingga di ayat lain Allah mengancam orang-orang yang menghalangi manusia yang hendak menyebut nama Allah dan berbagai aktifitas positif lainnya di dalam masjid dengan mengkategorikannya sebagai orang yang amat dzalim :
“Dan siapakan yang lebih dzalim dari pada orang yang menghalang-halangi menyebut nama Allah di dalam masjid-Nya. dan berusaha untuk merobohkannya ? Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (masjid Allah) kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka di dunia mendapat kehinaan dan di akherat mendapat siksa yang berat” QS Al Baqarah : 114.

Kedua, umumnya orang yang datang ke masjid adalah orang baik atau paling tidak memiliki niat baik untuk beribadah dan memakmurkan masjid atau tujuan positif lainnya sehingga mereka cenderung dekat dengan tuntunan Islam. Kondisi ini menjadikan mereka sebagai obyek dakwah yang potensial dan menjanjikan. Dari sisi metode penyampaian, secara global, dakwah bisa diklasifikasikan kepada dua metode ; da’wah bilisanil hal (dakwah dengan bukti dan perbuatan) dan da’wah bilisanil maqal (dakwah dengan perkataan). Atas dasar klasifikasi tersebut maka dakwah lewat masjid perlu ditekankan kepada dua metode tersebut :

Pertama : Da’wah bilisanil hal
Dakwah lewat metode ini meliputi kerapihan dan profesionalitas serta kesolidan manajemen, estetika, kebersihan dan ketertiban, agenda kerja, pengurus takmir, imam, khatib dan muazin yang memiliki kredibiltas dan kapabiliti memadai sehingga mesjid sebagai sarana dakwah untuk menarik dan mengajak manusia kepada Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin bisa mencapai sasarannya. Ketika Rasulullah saw menunjuk sahabat Bilal bin Rabah ra sebagai muazin di masjid Nabawi, pertimbangan utama yang dikedepankan adalah suaranya yang cukup merdu sehingga hal ini bisa dijadikan daya tarik tersendiri sebagai entry point untuk mengajak orang datang ke mesjid. Santunan dan perhatian terutama terhadap orang-orang yang memerlukannya di sekitar masjid juga perlu menjadi prioritas dakwah lewat masjid sehingga masjid bisa memberikan andil dalam membangun lingkungan positif. Hal-hal tersebut memerlukan penanganan yang baik.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah saw bersabda :

‘Sesungguhnya Allah mengharuskan untuk mumpuni dalam
segala sesuatu’(HR Muslim).

Kedua : Da’wah bilisanil maqal.
Dakwah dengan cara ini memiliki signifikansi dan urgensinya tersendiri dalam memberikan implikasi positif terhadap jiwa-jiwa yang memerlukan sentuhan risalah Islam. Alqur’an banyak merekam ayat-ayat yang berisi perintah Allah kepada Rasulullah saw untuk nenyampaikan pesan-Nya atau contoh-contoh transformasi dakwah lewat perkataan, antara lain firman Allah:
“Katakanlah (wahai Muhammad) sesungguhnya saya adalah rasul Allah atas kamu sekalian” (QS Al A’raf : 158)
dan firman-Nya:
“Dan Musa berkata : Wahai Fir’aun sesungguhnya saya adalah rasul dari Rabbul ‘alamin” (QS Al A’raf : 104).
Dalam perspektif beberapa pakar dakwah, da’wah bilisanil maqal meliputi juga dakwah lewat sarana tulisan dan audio visual lantaran keduanya merupakan cara dakwah yang memiliki peran sama dengan dakwah lewat perkataan bagi obyek dakwah yang tidak bisa berkomunikasi langsung dengan pelaku dakwah.
Beberapa sarana da’wah bilisanil maqal yang bisa ditransformasikan lewat masjid adalah, antara lain :
a. Khutbah Jum’at. Sarana ini sudah diketahui oleh setiap muslim karena khutbah menjadi bagian utama shalat Jum’at yang merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Etika yang diterapkan dalam pelaksanaan khutbah terutama yang berkaitan dengan pendengar menjadikan sarana ini cukup efektif manakala segala sesuatunya dioptimalkan.
b. Ceramah umum yang biasanya diberikan untuk sasaran dan dalam acara-acara spesifik yang memiliki hubungan erat dengan ajaran Islam dan realita serta persoalan
kontemporer umatnya baik dilakukan secara rutin seperti menyambut tahun baru hijriyah dan menyambut serta mengisi bulan suci Ramadhan. Atau dilakukan secara temporal seperti, pembinaan kembali akidah yang sudah terdistorsi, solidaritas terhadap umat Islam yang tertindas diberbagai belahan bumi, membangun kembali makna dan semangat jihad yang relatif sudah terdistorsi dan dimanilpulasi oleh sebagian orang, dan lainnya.
c. Kajian (pengajian) tentang Islam. Sasarannya adalah untuk membangun basis dan fondasi keimanan, wawasan dan keilmuan seorang muslim tentang ajaran agamanya.
Sarana ini bisa bersifat rutin (pekanan, bulanan) yang kandungannya meliputi berbagai sisi ajaran Islam yang meliputi akidah, akhlak, syariat, sirah Rasulullah saw dan lainnya. Hal ini dilakukan dengan perorangan, atau kelompok dalam bentuk diskusi, seminar dan lainnya.
d. Tulisan dengan berbagai bentuknya seperti brosur, lembaran Jum’at, makalah, buku dan lainnya. Dakwah dengan cara ini pernah dipraktekan oleh Rasulullah saw dengan mengirimkan surat kepada Heraklius dan beberapa pemimpin negara non Islam untuk masuk kedalam Islam.
Hal ini dilakukan pula oleh beberapa ulama salaf terhadap para pemimpin negara seperti yang dilakukan oleh Imam Al Auza’i terhadap penguasa negeri Syam dari dinasti Abbasiyah untuk memberikan hak-hak rakyatnya.
e. Pelatihan (daurah) dalam beragam bidang yang diperlukan baik yang berkaitan dengan wawasan ke-Islaman atau berhubungan dengan sarana pendukung bagi kemajuan umat Islam.
f. Perangkat audio visual seperti vcd bisa dijadikan sarana yang efektik dan menarik orang kepada kebenaran Islam.

Dakwah bilisanil maqal dengan berbagai sarananya yang biasanya bersifat ta’lim (pengajaran) umum bisa diteruskan dan dikembangan menjadi pembinaan khusus terutama bagi mereka yang relatif memiliki perhatian, intensitas dan kwalitas yang cukup baik ditilik dari sisi wawasan atau amaliah keseharian. Sehingga pada masa kemudian ia bisa menjadi motor penggerak dan bahkan menjadi pelaku dakwah terhadap masyarakatnya.

Sesuai dengan karakteristik esensi ajaran Islam yang komprehensif dan kebutuhan manusia untuk memahami kebenaran esensi tersebut maka materi yang diberikan dalam dakwah melalui masjid seyogyanya mencakup komprehensitifitas tersebut dengan tidak meninggalkan adanya skala prioritas terhadap materi tertentu sesuai dengan keperluan, seperti persoalan akidah, akhlak, jihad, ukhuwwah Islamiyah, sirah Rasulullah saw dan lainnya. Penyempitan materi pada bidang spesifik, seperti fiqih saja tanpa menyentuh sama sekali bidang lainnya bisa memberikan implikasi terhadap marginalisai ajaran Islam yang sangat merusak citranya sebagai agama yang memeberikan tuntunan dalam segala sisi kehidupan manusia.

Dari sisi obyeknya, dakwah lewat masjid harus meliputi semua jenis, profesi dan status sosial dengan pertimbangan dan porsi yang beragam. Anak-anak dan pemuda perlu mendapat perhatian karena merupakan generasi masa depan. Sedangkan kaum wanita memerlukan perhatian yang lebih dari yang sekarang diberikan kepada mereka karena posisi dan peran strategis mereka dalam membangun masyarakat dan peradaban Islam. Keperluan akan perhatian terhadap semuanya menjadi lebih signifikan tatkala dunia sekarang ini tengah diserbu oleh arus ghazwul fikri (invasi pemikiran) dan gelombang globalisasi dengan segala muatan dan dampaknya yang positif dan negatif.

Manakala masjid difungsikan secara maksimal dan efektif sebagai sarana transformasi dakwah dengan metode dan managemen yang handal serta pelaku yang memiliki amanah dan kemampuan yang baik, maka insya Allah masjid akan memiliki peran dan andil yang lebih signifkan lagi dari realita sekarang dalam menyadarkan sebagian umat Islam yang tersesat dan meningkatkan kwalitas keimanan, semangat, pengetahuan dan pengamalan agamanya.
Wallahu alam.-

0 komentar:

About This Blog

  © Blogger template 'Ladybird' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP