Kunjungi website LAZIS rumahPeduli di www.rumahPeduli.com

Kamis, 18 Juni 2009

Wajah Muram Anakku Sepulang Gasyuku

By: Arifah Handayani (28 April 2009)

Akhirnya pada hari Sabtu, tanggal 25 April lalu 21 siswa yang ikut Taekwondo ditemani 10 orang tua plus seorang guru olahraga berangkat Gasyuku dengan izin penuh dari sekolah. Wajah-wajah riang yang begitu bersemangat. Alhamdulillah, bahagianya hati ini berhasil mengupayakan keberangkatan mereka.

Setelah melalui proses cukup melelahkan karena harus pontang panting ngelobi kami berhasil mengadakan rapat yang mempertemukan para ortu, sekolah dan pelatih Taekwondo. Dalam rapat itu sekali lagi ortu yang udah bikin kesepakatan aneh (kompak ga ikut Gasyuku) diajak mereview bagaimana taekwondo dan seperti apa proses latihannya, ditambah penjelasan tentang Gasyuku lebih jauh, mereka pun termotivasi untuk mengikutsertakan anaknya. Dari 32 anggota aktif minus siswa kelas 6 dan siswa yang ga bisa ikut karena berbagai alasan logis, maka 21 orang yang mendaftar di 1 minggu terakhir kami pikir sudah cukup maksimal dari asalnya yang cuma 5 orang.

Dari rumah kami berusaha untuk menahan diri untuk tidak sekali pun membuka kontak dengan Netta. Kami pikir, no news is a good news, untuk apa mengusik kemandiriannya dengan terlalu nyinyir dengan pertanyaan-pertanyaan yang ga perlu. Kalau ada apa-apapasti guru atau pelatihnya pasti kontak kami. Tapi menjelang Ashar ga tahan juga, kami kontak gurunya, sekedar cari kabar tanpa minta bicara dengan Netta. Sengaja kami tidak membekalinya dengan handphone, karena itu akan mengganggu proses latihan di sana.

Seperti yang kami duga, everything is going all right. Mereka dalam perjalanan pulang. Anakku masuk rumah sekitar jam 16.30 Wib, masih kuat jalan kaki dari jalan raya, di mana bisnya berhenti bersama teman-temannya yang ga didampingi ortu. Tapi muram menghiasi wajahnya. Kami pikir netta kecewa karena kami ga berusaha kontak dia. Kami ga berusaha cari tahu karena begitu duduk, bak senapan mesin mengeluarkan peluru, netta langsung cerita semua pengalamannya. Wajah muramnya kembali berseri.

Habis magrib netta minta izin tidur dulu, capek banget katanya. Eh, kok di tempat tidur matanya berkaca-kaca. Kami pun tanya apa dia sakit. Tau apa jawabnya…
”Harusnya Gasyuku ini ga cuma satu malam, tiga hari kek apa seminggu. Mana masih tahun depan, nunggu ada lagi. Coba tiap semester ada.”

Ternyata itu masalahnya, dia sudah merindukan kegiatan yang baru saja dilaluinya. Begitu langkanya kegiatan semacam ini sehingga anak kecewa saat harus berakhir. Malangnya anak-anak yang ga pernah bersentuhan dengan kegiatan seperti Gasyuku, karena berbagai alasan ga ikut Taekwondo. Dulu waktu kami sekolah kegiatan Pramuka hidup, sehingga anak SD sudah biasa Persami lengkap dengan jurit malam, wide game dan api unggun. Ke mana perginya Pramuka ? Mungkin karena pendidikan dasar gratis jadi ga ada yang membiayainya di SD Negeri, sehingga tenggelam begitu saja.

Ga harus dengan Pramuka, seandainya materi pendidikan di sekolah anak-anak kita bisa dikemas dengan memuat kegiatan yang memacu semangat seperti Gasyuku ini, betapa bahagianya anak-anak kita. Ga perlu jauh-jauh ke Puncak, cukup di lingkungan sekitar rasanya masih bisa dilakukan, let say 1 bulan sekali. Tantangan pendidikan nasional kita untuk menyuguhkan kurikulum pendidikan yang lebih kontekstual.

Sepert Gasyuku harusnya kegiatan belajar di sekolah dapat menumbuhkan minat dan menggali setiap potensi hakiki anak-anak kita, sehingga mereka dapat belajar dengan cara yang menantang, partisipatif dan menuntut psikomotoris dalam memasukkan kandungan kognitif materi pelajaran. Belum lagi aspek membangun emosi positif dan nilai-nilai hidup, seperti kebersamaan, kemandirian, kekeluargaan, kedisiplinan dan kerja keras. Semua itu jika dikemas dengan tepat akan menghasilkan efektivitas yang luar biasa dalam peningkatan kemampuan anak menyerap materi.

Kalau kegiatan yang hanya berlangsung 2 hari 1 malam ini dapat memuat semua itu, dengan efektivitas yang membuat anak selalu merasa ingin lagi dan lagi, betapa hebatnya kalau sekolah bisa membuat anak kecanduan seperti ini. Mudah-mudahan Menteri Pendidikan dan para Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah bisa melihat urgensi masalah ini dan mengganti pola pembelajaran lama yang boring dengan kemasan kontekstual yang menimbulkan minat dan memacu semangat. Pada gilirannya negara juga yang akan memetik hasilnya berupa generasi penerus yang dahsyat.

Kita orang tua hanya dapat mendoakan itu semua terwujud dalam kurikulum pendidikan nasional di Indonesia, meskipun gratis. Semoga…

0 komentar:

About This Blog

  © Blogger template 'Ladybird' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP